Mata saya berkaca-kaca. Terharu gembira. Benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan pujian seperti itu. Dia tahu, lalu bilang: “Sudah, sudah, kamu sudah kerja keras, termasuk cepat.”
“Tapi saya tidak lihat index e Pater”
“Hah, terus bagaimana”
“Saya baca alinea-alinea yang ada stabilo kuningnya”
Hahahahaahahaha, hahahahahahaha, dia tertawa terbahak-bahak dengan sangat kencang. Mungkin karena merasa kecolongan, sampai-sampai waktu dia minum, dia ambil sloki saya yang masih isi setengah. “Ini saya punya sloki, pater,” kata saya sambil mencegah tangannya. Kami dua terbahak-bahak sekencang-kencangnya.
Ketika hendak pamit, dia memberitahu saya jangan lupa segera infokan sekretariat untuk meminta jadwal sidang.
Satu Pertanyaan
Tibalah saat ujian skripsi. Penguji utama ialah ekseget muda Perjanjian Baru: Pater Guido Tisera. Dia baru pulang studi dari Roma. Dan waktu itu mengajar tingkat kami: Khotbah di Bukit.
Saya tidak tahu, dan selalu lupa saya menanyakan ketika beberapa kali berjumpa Pater Guido di Jerman, kenapa dia begitu bersemangat menguji serta memberi pertanyaan banyak sekali. Anehnya tidak tentang substansi tapi tentang relevansi skripsi.