Selain mepet waktunya hanya dua setengah minggu, setelah outlinedan buku-buku utama sebagai referensi disetujui, mulailah saya mukutbekerja. Saya ke ruang majalah Vox, bawa semua buku-buku utama, mengunci pintu, lalu kerja tuk-tak-tuk-tak dengan mestik tik tua. Keluar ruangan hanya untuk makan, doa dan tidur. Setelah seminggu, selesai minus bab relevansi. Dengan bangga, saya membawa ke kamarnya.
Besok sore ya, datang lagi, kata dia. Baik, pater, jawabku. Ringan langkah saya ke kamar dan untuk pertama kalinya tidur nyenyak malam itu. Tibalah esok itu. Ini, saya sudah baca (sambil dia tunjukkan ke saya). Wajah saya seperti tersambar kilat. Banyak sekali garis menggaris di kertas-kertas skripsi saya.
Melihat saya ciut, dia berusaha menghibur: “Hehehehe, jangan dulu mati kutu e, lihat dulu!” Saya mulai menyimak. Aduh, garis menggaris itu bukan soal susunan pikiran dan kalimat tapi tentang perluasan tema saya itu yang terkait pada buku-buku lain, yang diungkapkan secara lain oleh nabi-nabi lain, bahkan yang diulang dalam Perjanjian Baru, sambil menyebut injil-injilnya.