Begitulah cara kami menyimpan jagung-jagung tersebut sebagai persediaan bekal pada musim kering di tahun berikutnya. Itu adalah masa-masa yang paling indah di masa kecil kami. Itulah masa-masa di mana kami bisa makan jagung muda bersama-sama, dan beramai-ramai. Baik yang dibakar, maupun yang direbus, dan di-tunu (yaitu dibakar dengan kulitnya sekalian). Semuanya terasa manis dan nikmat. Juga ingatan dan kenangan akan hal itu terasa sangat indah dan menyenangkan.
Kejutan Jagung Mama
Pada bulan Desember akhir tahun 1974 itu saya sudah menghitung bahwa saya tidak akan mendapat kesempatan untuk menikmati jagung muda itu. Sebab pada bulan Januari tanggal 5 kami sudah harus berada di Kisol untuk masuk asrama seminari. Itu artinya, saya tidak akan mendapat kesempatan menikmati jagung muda itu. Sebab panen raya baru bisa dilakukan di atas tanggal 20 atau 25 Januari.
Pada waktu itu saya merasa sedih sekali membayangkan hal itu. Sebab kalau hal itu terjadi, maka itulah untuk pertama kalinya dalam hidup, saya tidak mendapat kesempatan yang sangat langka untuk menikmati jagung muda itu bersama-sama keluarga dengan penuh sukacita. Sedih sekali rasanya. Rasanya seperti mau menangis. Tetapi tidak boleh menangis, sebab hal itu (masuk seminari) sudah menjadi pilihan sendiri. Karena itu, saya harus berani melangkah terus.