Human Trafficking di NTT Sebuah Narasi Kerapuhan; “Refleksi Memperingati Hari Anti Perdagangan Orang 2023”

Oleh: Ando Roja Sola

Misalnya di NTT, keterlibatan Gereja menjadi kunci utama meretas praktik perdagangan orang. Keberadaan Gereja di NTT secara eksistensial merupakan pusat perhatian dan harapan umat beragama. Itu berarti kebijakan Gereja mampu memberikan tekanan yang besar agar umat tidak mudah jatuh dalam perangkap perdagangan orang. Gereja hadir tidak sekedar memberikan amal karitatif tetapi hendaknya terlibat secara kontekstual bersama umat. Suara para pastor dan pemangku agama harus berakar pada kebutuhan lintas HAM dan penghayatan nilainya, industri dan kerapuhan ekonomi, bahkan sampai pada keterlibatan pengambilan kebijakan kepemerintahan tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), sebuah implikasi dari amanah Pro Ecclesia et Patria.

Pada akhirnya kita semua diajak untuk bersama-sama melawan praktik perdagangan orang. Bertepatan dengan peringatan hari anti perdagangan orang sedunia, kita semua bekewajiban untuk menekan tingkat perdagangan orang yang sampai saat ini masih aktif di NTT. Berjuanglah untuk kemanusiaan sebab tidak ada harta yang lebih mulia daripada melindungi kita sesama manusia.***

BACA JUGA:
Nanga Banda Menggugat (Refleksi Sejarah Manggarai di Reok)
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More