Human Trafficking di NTT Sebuah Narasi Kerapuhan; “Refleksi Memperingati Hari Anti Perdagangan Orang 2023”
Oleh: Ando Roja Sola
MENYOAL kasus human trafficking atau perdagangan orang di NTT sampai saat ini tidak habis-habisnya dibicarakan. Kerentanan orang-orang Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi korban perdagangan orang menjadi persoalan yang wajib untuk direspon secara serius. Human trafficking atau perdagangan orang dipahami sebagai aktivitas kejahatan manusia yang dikonkretkan dalam tiga macam bentuk.
Pertama, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dilakukan melalui proses perekrutan, penampungan, pengangkutan, pengiriman, pemindahan serta penerimaan seseorang manusia.
Kedua, menggunakan cara pemaksaan, ancaman, penculikan, penyekapan, penipuan, pemalsuan, penyalahgunaan posisi dan wewenang dan memberi bayaran sehingga mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang.
Ketiga, bertujuan mengeksploitasi seseorang, atau menyebabkan seseorang tereksploitasi demi mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya. Ketiga bentuk ini merujuk pada tiga pengertian dasar yakni, Pertama, United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), perdagangan manusia adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan, atau penerimaan orang melalui paksaan, penipuan, dengan tujuan mengeksploitasi untuk mendapatkan keuntungan. Selanjutnya UNODC menjelaskan, pria, wanita dan anak-anak dari segala usia dan dari segala latar belakang dapat menjadi korban kejahatan ini, yang terjadi di setiap wilayah di dunia. Kedua, Protokol PBB pasal 3 pada Konversi Palermo tahun 2000 mendefinisikan perdagangan manusia sebagai tindakan perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia menjelaskan praktik kejahatan manusia ini pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.