Memang udara panas membekap perjalanan dari kaki bukit.
Aroma keringat dingin membasahi kening dan menembus baju dan celana.
Namun, angin menerpa hingga tak berpeluh.
Pemilik bukit belum berinovasi. Siapa saja ‘welcome’. Menikmati dengan bebas tanpa hambatan.
Tak ada ‘birokrasi’ seperti tempat-tempat wisata konvensional.
Belum ada pondok dan kafe. Tidak ada urusan tiket masuk. Juga kakus belum dibangun.
Segalanya dinikmati pordeo.
Kukira tuannya masih mendekap kuat paham makna fungsi sosial tentang tanah sehingga siapa saja boleh mengambil kesempatan bertamasya di Bukit Cinta.(*)