‘Hidup Enak’ Jadi Koruptor
Oleh Arnoldus Nggorong, Penulis adalah alumnus STFK Ledalero, tinggal di Labuan Bajo
Patut diajukan pertanyaan semacam dugaan, apakah ketidakseriusan itu karenamereka masih bermusyawarah-mufakat(bersekongkol) untuk mencari rumusan lain yang dapat meringankan dan menyelamatkan mereka dari jeratan hukum yang dibuatnya sendiri? Dirumuskan secara negatif, bagaimana mungkin DPR membuat hukum yang (nantinya) menjebak dirinya sendiri?Ataukah ada unsur kesengajaan untuk menundanya (melupakannya) dengan beragam dalih yang dimasukakalkan? Hanya mereka yang tahu.
Lagipula, penundaan dalam jangka waktu yang lama, dengan alasan yang kelihatannya masuk akal tadi, membuat orang lupa dan tidak lagi peduli. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh DPR, sebagai ‘kesempatan emas’, untuk ‘memeti-eskan’ dan ‘memakamkannya’.
Kedua, predikat yang disematkan kepada para koruptor adalah “pencuri berdasi”, “penjahat kerah putih”.Dengan sebutan demikian sudah memberi kesan elitis, istimewa, kepada mereka. Pemberian nama yang terkesan elitis itu, menurut Haryatmoko, sudah meringankan beban (Haryatmoko, 2003, Etika, Politik dan Kekuasaan).