Tetapi, hemat saya, intensi dan motivasi utama dalam menggauli aktivitas menulis itu, bukan pertama-tama untuk ‘naik pangkat’, tetapi yang paling penting memanifestasikan misi sebagai ‘agen persemaian peradaban ilmiah’ kepada peserta didik dan masyarakat. Bagaimana pun juga, guru merupakan ‘kelompok intelektual’ yang sangat menjunjung tinggi corak tradisi akademik seperti membaca dan menulis. Spirit menulis mesti mengejawantah dalam tubuh guru agar ‘membiakkan peradaban berkualitas’ kepada generasi bangsa.
Akhirnya, menyitir ungkapan Pramoedya Ananta Toer, “para guru boleh pandai setinggi langit, tetapi selama kita tidak menulis, kita akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Anak rohani yang diproduksi oleh guru bisa dilihat sebagai ‘legacy’ yang bisa mengawetkan ‘nama sang guru’ hingga kekal.
Guru hebat (great teacher) itu, tidak hanya diukur dari kepandaian dalam ‘memuntahkan ilmu’ kepada peserta didik, tetapi juga mendisemenasikan gagasan positif dan berkualitas melalui tulisan. Wacana verbal yang terlontar di kelas hanya bersifat sesaat. Tetapi jika kenangan tentang aneka aktivitas pembelajaran itu ‘diabadikan’ melalui media tulisan, maka guru tersebut bisa hidup 1000 tahun dan bahkan selamanya.
ini artikel terkeren yang saya pernah datangi, membahas tentang dunia sangat infromatif…recommended banget untuk kalian.. terima kasih admin.. sukses selalu