
Gereja Sebagai “Rumah Sakit Lapangan Bagi Kaum Marginal”
Oleh : Maria Heni Susanti, Mahasiswi STIPAS Ruteng Semester VII.
TULISAN ini bertujuan untuk memberikan analisis kritis terhadap tiga konsep kunci yang saling berkaitan, yaitu “gereja, rumah sakit lapangan, dan kaum marginal.” Ketiganya menjadi penting dalam membaca ulang peran gereja di tengah perubahan sosial, politik, dan ekonomi global dalam terang Evangeli Gaudium (Sukacita Injil).
Pertama, Gereja secara historis, gereja didefinisikan sebagai tempat perhimpunan umat beriman kepada Allah. Dalam pengertian tradisional ini, Allah seringkali dipahami secara abstrak, transenden, dan jauh dari realitas konkret kehidupan manusia. Kepercayaan kepada Allah sering diwariskan secara turun-temurun dan dilembagakan dalam bentuk ritual serta khotbah liturgis.
Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat modern telah menantang keberadaan dan relevansi institusi keagamaan.
Tokoh-tokoh seperti Friedrich Nietzsche menggemakan kritik tajam dengan pernyataannya bahwa “Allah telah mati”, sebagai simbol dari matinya otoritas moral tradisional di tengah modernitas. Sementara Karl Marx melihat agama sebagai “candu bagi rakyat”, yakni alat hegemonik yang digunakan untuk meredam penderitaan kaum miskin dengan janji-janji eskatologis.