FORSADIKA Antara Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Difabel di Kabupaten Sikka

Oleh Tanti Maria (Anggota JW Pensil dan Anggota FORSADIKA)

Pembatasan kebebasan berpartisipasi dan berekspresi dihambat oleh keluarga sebagai upaya untuk menyembunyikan aib. Ironisnya, kehadiran difabel dalam keluarga dipandang sebagai aib yang mampu meruntuhkan kewibawaan, kehormatan dan status sosial dalam masyarakat.

Ada sikap permisif dari keluarga yang memandang difabel sebagai manusia kelas dua dan mencoreng citra keluarga di mata publik. Atas nama pamor keluarga di mata public, keluarga tidak sungkan-sungkan menyembunyikan difabel dengan membatasi hak-haknya sebagai manusia dan sebagai warga negara. Keluarga menjadi salah satu aktor kunci yang berkontribusi pada terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak difabel.

Pada porsi yang lain, pandangan masyarakat umum yang keliru tentang difabel menempatkan difabel berada pada posisi yang lemah, tidak berdaya, kurang diperhitungkan dimata masyarakat. Realitas inilah yang mendorong FORSADIKA berada pada baris depan mengkampanyekan tentang penerimaan sosial, layanan sosial dan perubahan kebijakan.

Di bawah Jargon, “Kami Ada Kita Setara,” menjadi kata-kata sakti yang mampu membangkitkan semangat juang FORSADIKA untuk mengkampanyekan tentang penerimaan sosial, layanan social dan perubahan kebijakan di kabupaten Sikka.

BACA JUGA:
”Jas Merah” Dari Soekarno: Penguatan Pendidikan Karakter Anak
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More