
Esensi Pers Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Jurnalisme Terlibat dan Voice for the Periphery
Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Penulis Buku, dan Pernah Dipercaya Kantor Bahasa NTT Menjadi Fasilitator Kegiatan Literasi dan Bengkel Bahasa di Kabupaten Sikka)
Tingkat kekritisan pembaca atau pemirsa mempunyai pengaruh pada peran formatif media massa. Semakin kritis para pembaca atau pemirsa, maka semakin besar pula tuntutan yang mesti dipenuhi oleh media massa untuk meyakinkan pembaca atau pemirsa agar dapat menjatuhkan keputusan terhadap realitas sosial yang diberitakan. Hal ini selanjutnya berpengaruh pada peningkatan mutu penyelenggaraan media massa. Porsi pembaca atau pemirsa yang kritis dalam sebuah masyarakat akan menentukan kualitas penyelenggaraan media massa di dalam masyarakat tersebut.
Secara teoretis memang seorang jurnalis atau pekerja media memang telah dituntun untuk selalu menyajikan informasi/berita yang berbasis pada realitas sosail, menyajikan berita secara faktual, berimbanbg, dan selalu berpihak pada kaum marjinal/option for the poor.
UU Pers No. 40 Tahun 1999 memang menggarisbawahi panduan yang jelas bagi awak media untuk menyajikan berita/informasi yang menyuarakan aspirasi masyarakat.
UU ini mengsinyalkan bahwa media massa atau jurnalis harus selalu memberikan informasi yang sesuai realitas sosial, selalu berpihak pada yang kecil dengan mengatur beberapa hal di antaranya agar informasi yang disasikan harus berimbang, cover both side atau cover all side, dll