
Esensi Pers Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Jurnalisme Terlibat dan Voice for the Periphery
Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Penulis Buku, dan Pernah Dipercaya Kantor Bahasa NTT Menjadi Fasilitator Kegiatan Literasi dan Bengkel Bahasa di Kabupaten Sikka)
Kebebasan pers yang dijamin oleh UU di atas memiliki hubungan yang erat dengan masyarakat demokratis. Pers merupakan salah satu kekuatan demokrasi yang berfungsi untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Melalui berita-beritanya, pers dapat memberikan evaluasi kinerja pemerintahan dalam suatu negara (Dewan Pers, 2016xi).
Sebagai kekuatan keempat demokrasi, media juga dapat memengaruhi publik dengan tujuan tertentu. Antara lain menanamkan sikap pro atau kontra terhadap suatu objek, menumbuhkan kebencian, memupuk persahabatan, meningkatkan suhu peperangan, bahkan mungkin untuk meretas jalan perdamaian adalah tugas –tugas dari pers.
Berpijak pada Realitas Sosial
Sejalan dengan keberadaan pers sebagai pilar keempat demokrasi dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang kebebasan pers, maka pada tataran konsep dan praktik, ada banyak pemerhati media selalu memberikan catatan kritis terkait peran media dan panggilan tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi.
Salah seorang pemerhati media yang juga penulis dan akademisi dan yang saat ini menjadi Uskup Agung Ende, Mgr. Paul Budi Kleden, SVD dalam kata pengantar berjudul “Media Massa, Mediator, dan Konstruktor Realitas” untuk buku berjudul Media dan Realitas Sosial yang ditulis Dr. Jonas Klemens G.D. Gobang (Jonas,2012:xii-xiii) menggarisbawahi bahwa media massa tidak hanya memediasi kita dengan realitas.