
Esensi Pers Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Jurnalisme Terlibat dan Voice for the Periphery
Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Penulis Buku, dan Pernah Dipercaya Kantor Bahasa NTT Menjadi Fasilitator Kegiatan Literasi dan Bengkel Bahasa di Kabupaten Sikka)
Salah satu peserta di dalam parlemen Inggris saat itu bernama Edmund Burke lalu menunjuk ke arah balkom dan dia berkata, di sana masih ada pers sebagai pilar keempat demokrasi, dan mereka lebih penting dan pada ketiga lembaga yang sedang berdebat di sini.
Pendapat Edmund Bukke tersebut didokumentasikan ke dalam sebuah buku yang berjudul On Heroes, Hero Worship yang ditulis oleh Thomas Carlyle pada tahun 1841 (Carlyle, 1841:265). Edmund Burke merupakan orang yang pertama kali mencetuskan bahwa pers memiliki fungsi sebagai kekuatan keempat demokrasi.
Pemikiran Edmund Burke tersebut dipakai hingga saat ini di mana trias politika tidaklah lengkap tanpa adanya peran media massa. Subiakto dan Ida dalam bukunya (2014:140) mengatakan bahwa pers dikenal oleh masyarakat luas sebagai the fourth estate (kekuatan keempat demokrasi) yang melengkapi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Dalam konteks Indonesia, pers dijamin sebagai hak setiap warga negara di mana hal tersebut tercantum dalam UU No. 40 tahun 1999 yang ditegaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, pers nasional tidak dikenakan penyengsoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran dan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.