
Esensi Pers Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Jurnalisme Terlibat dan Voice for the Periphery
Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Penulis Buku, dan Pernah Dipercaya Kantor Bahasa NTT Menjadi Fasilitator Kegiatan Literasi dan Bengkel Bahasa di Kabupaten Sikka)
Pers Sebagai Pilar Keempat Demokrasi
Esensi dan keberadaan pers dalam negara demokrasi sangat penting. Saking pentingnya maka negara-negara yang menjunjung demokrasi, seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, dan sejumlah negara demokrasi lainnya selalu menempatkan pers sebagai pilar keempat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif (Trias Politika).
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa konsep Trias Politika (eskutif, legislatif, dan yudikatif) awalnya digagas dan dikembangkan oleh Filsuf Prancis Montesquieu (1748). Filsuf ini mengembangkan sistem pemisahan kekuasaan untuk lebih menjamin hak-hak warga negaranya. Ide Montesquieu ini dituangkannya ke dalam sebuah pustaka yang bernama L’Esprit des Lois. Filsuf ini menggarisbawahi bahwa tiga kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu negara harus dipisahkan baik secara fungsional maupun penyelenggaraannya.
Meskipun Montesquieu di saat menggagaskan teorinya tidak menjelaskan bahwa ada pilar pada urutan keempat demokrasi yakni pers, namun konsep Trias Politikanya mendapatkan suatu momen blessing in the guice ketika pada saat yang sama di Parlemen Inggris terjadi perdebatan, dan ketiga pilar demokrasi di negara tersebut memiliki perbedaan pendapat dan tidak lagi mementingkan publik.