NARASI perlindungan lingkungan hidup dewasa ini dibangun oleh pengalaman kepedihan atas rentetan perilaku sadisme manusia terhadap alam pasca revolusi indutri 1850an.
Guncangan ekologis seperti kepunahan spesies, kerusakan ekosistem, hingga perubahan iklim, memicu perlawanan banyak orang dan kelompok yang peduli sehingga lambat laun terakumulasi sebagai bentuk kemarahan, kecemasan dan ketakutan akan masa depan. Akibatnya, bangunan teori maupun pendekatan yang merespons situasi itu berdiri di atas kesuraman ekologis.
Praksis ekologi suram nampak dalam laman berita lingkungan sehari-hari yang disuguhi statistik bencana, korban, dan teror ekologis lainnya. Dus, kepungan informasi yang serba pahit cenderung menempatkan ekologi sebagai risiko atau bahkan ancaman.
Mengekspos risiko maupun bencana ekologis tentu tidak salah. Namun, tidak semestinya masa depan disemai oleh rasa sendu belaka. Hari esok memerlukan harapan yang dibangun dari narasi kegembiraan. Karena itu, ekologi harus pula dilihat dari pengalaman sukacita, yakni sebagai sumber kegembiraan manusia.