
Ekaristi Transformatif Hang Woja Gendang Nggalak Reok Barat Pancarkan Dimensi Sosial, Ekologis, dan Budaya Selaras Zaman
Laporan Wall Abulat (Jurnalis, Penulis Buku, dan Pemerhati Adat)
Dalam liturgi yang transformatif, lanjutnya, Gereja bukan lagi menara gading yang terpisah dari realitas, melainkan sahabat yang berjalan bersama umat – termasuk dalam pergulatan lingkungan dan kebudayaan.
“Melalui ibadat ekologi,Gereja mengintegrasikan ajaran iman dengan keprihatinan ekologis. Penanaman bambu bukan sekadar tindakan simbolik, tetapi menjadi aksi nyata untuk menjaga sumber mata air, yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat. Ini selaras dengan ajaran Laudato Si’, ensiklik Paus Fransiskus yang menekankan pentingnya merawat bumi sebagai rumah bersama,” katanya.
Lebih dari itu, urainya, keterlibatan dalam ritus adat barong wae menandai penghargaan Gereja terhadap nilai-nilai budaya lokal. “Tradisi ini bukan dilihat sebagai praktik takhayul, tetapi sebagai warisan spiritual yang menghormati harmoni antara manusia dan alam. Dengan merangkul budaya lokal, Gereja menjadi gereja yang inklusif,dan multicultural,” katanya.
Gereja Menjadi Rumah Bersama
Romo Bernard menambahhkan bahwa dalam masyarakat multikultural seperti Manggarai, di mana adat dan agama saling berinteraksi, peran Gereja sangat strategis dalam membangun dialog dan harmoni.