DPR: Mosa Oa Daki Pai, Mosa Ata Pidi, Daki Ata Ti’i
Oleh Dionisius Ngeta, Staf YASBIDA Cabang Sikka, Tinggal di Maumere
Berbeda dengan konsep “mosa laki/daki (mosa: jantan/besar/luhur/makmur), (daki/laki: jantan, beradab, terhormat) dalam pemahaman stratifikasi sosial-budaya yang berlaku di Nagekeo atau di beberapa daerah lain seperti Lio, Ende, dll. “Mosa daki/mosa laki” merupakan kepala sebuah komunitas sosial (suku), tuan di sebuah wilayah/komunitas adat, atau pemimpin di sebuah tanah ulayat (ine tana-ame watu) yang diwariskan/ahli waris nenek moyang secara turun-temurun dan seterusnya (mosa mudu, daki pu’u, mosa odo, daki du’ olo-olo, amin).
Terkait dengan fungsi kepemimpinan, pemahaman mosa daki/mosa laki tingkat pertama di wilayah Nagekeo pada umumnya adalah “Ine tana, ame watu:” (tuan tanah/pemilik hak ulayat). Gelar yang biasa diberikan kepada mereka dalam komunitas Nagekeo adalah mosa tana, daki watu. Otoritas ini diperoleh karena nenek moyang mereka adalah orang-orang pertama yang mendiami dan kemudian menguasai wilayah tertentu sejak dahulu sampai selamanya (mosa mudu, daki pu’u, mosa odo daki du’olo-olo, amin). Mereka tidak hanya memiliki otoritas tetapi juga keluhuran, kebesaran dan keadaban dalam jabatannya (mosa daki).