DPR: Mosa Oa Daki Pai, Mosa Ata Pidi, Daki Ata Ti’i
Oleh Dionisius Ngeta, Staf YASBIDA Cabang Sikka, Tinggal di Maumere
“DPR itu mosa oa, daki pai. Mosa ti’i, daki pati. Mosa ata pidi, daki ata ti’i. Kami mosa mudu, daki pu’u, mosa odo, daki du olo-olo. Amin,” (DPR adalah profesi terhormat yang diberi dan dikasi. Kami, masyarakat sesungguhnya adalah yang terhormat dari dulu, dari awal hingga selama-lamanya). Celetuk bapakku Mikhael Amekae ketika melewati beberapa tikungan dan persimpangan sambil memperhatikan baliho para caleg dalam sebuah perjalanan belum lama ini.
Pernyataan bapakku ini mengingatkan saya akan pernyataan Rocky Gerung dalam sebuah acara di Televisi. Dengan tegas dan kasar dia mengatakan: “Setiap caleg adalah pengemis suara rakyat. Jika terpilih, dia adalah pesuruh saya di parlemen. Dia adalah anjing saya, untuk menggonggong aspirasi saya dan pemerintah”.
Lalu saya coba bertanya: “Mengapa bapak berkata demikian? “Ya, gambar-gambar yang terpajang di setiap pojok, tikungan, persimpangan sepanjang jalan dan kota bahkan mereka datang sendiri bertemu masyarakat adalah tidak lain untuk meminta suara rakyat agar bisa diberi”, demikian jawaban bapakku yang disampaikan dalam bahasa daerah. “Inikah perspektif dan persepsi masyarakat tentang eksistensi DPR dan demokrasi?!”, tanyaku dalam hati.