Karena itu, dioses-dioses dan paroki-paroki yang masih menghayati pola piramidal harus diubah menjadi dioses-dioses dan paroki-paroki yang dirancang oleh pola persahabatan. Gaya kepemimpinan otoritatif yang didasarkan pada status tahbisan seharusnya diubah menjadi gaya kepemimpinan partisipatif yang merangkul dan melibatkan seluruh umat seturut amanat Baptis, Krisma, dan Ekaristi. Perubahan dari pola lama Gereja piramidal ke pola lingkaran-lingkaran baru dialami secara efektif pada level basis di dalam kelompok-kelompok akar-rumput, yakni di dalam komunitas-komunitas basis gerejani.
Sesungguhnya keseluruhan pembaharuan di dalam Gereja Universal dewasa ini yang didorong oleh Vatikan II telah dialami di Indonesia sekitar tahun 1970-an.
Sayangnya, ketika Gereja Indonesia hendak memperbaharui kehidupan dan karya Gereja demi umat dan untuk berbagi tanggungjawab dalam hal misi Gereja, rezim Soeharto justru sedang melakukan hal yang sebaliknya: merampas hak-hak sosial, politik, dan ekonomi rakyat dan memusatkan semua kekuasaan Negara di tangan segelintir personel terpilih. Sejauh komunitas-komunitas kecil yang terbentuk di paroki-paroki masih tetap dijiwai pola-pola lama Gereja, yakni pola-pola piramidal-hirarkis, mereka tentu saja bukanlah komunitas-komunitas basis gerejani, melainkan lebih sebagai kelanjutan atau bahkan penegasan dari Gereja klerikal lama. Komunitas-komunitas kecil hanya dapat menjadi komunitas-komunitas basis gerejani jika mereka dibangun seturut wawasan dan semangat Vatikan II.