Covid-19, Ateisme dan Kematangan Iman

Pandemi ini sekaligus menjadi momentum yang tepat untuk memurnikan kembali penghayatan keagamaan kita. Sikap pasrah dan tawakal yang disertai dengan doa dan permohonan yang tiada henti-hentinya agar Allah memberikan ampunan dan lindungan kepada kita tidaklah cukup.

Sebagai bencana non-alam, pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk menguji posisi horisontal keberagamaan kita, yakni hubungan kita dengan sesama – dan ini sangat nyata diungkapkan melalui solidaritas yang luar biasa dari berbagai elemen masyarakat baik dari dalam negeri maupun luar negeri; dan di pihak lain, pandemi ini juga menjadi momentum untuk menilai posisi vertikal keberagamaan kita yakni bagaimana hubungan kita dengan Yang Ilahi.

Semenjak pandemi ini melanda warga dunia, di mana-mana dipanjatkan doa-doa dan ritual-ritual tertentu oleh berbagai penganut agama sesuai dengan tradisi dan keyakinan agamanya; tentu dengan mengikuti protokol kesehatan seperti jaga jarak, memakai masker dan membersihkan tangan sebelum beribadat. Ada sholat ghaib yang dilaksanakan di mesjid-mesjid, ada misa arwah (misa requiem) yang dilaksanakan di gereja-gereja, juga ritus-ritus lainnya yang menandai suasana perkabungan, dan tidak terhitung doa-doa pribadi yang dipanjatkan untuk mereka yang meninggal dan bagi mereka yang terpapar virus.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More