Cegah Penjajahan Baru Melalui Peretasan Data Pribadi
Dewasa ini seluruh dunia sedang memasuki era ‘datafication’ atau Big Data kira-kira 2,5 quintiliun bytes data per hari dan sekitar 40 Zettabytes atau 40 triliun gigabytes data tahun 2020 (Dobre dan Xhafa, 2014; Gantz dan Reinsel, 2012). Tren ini mengubah kinerja organisasi, daya-saing individu, daya-saing perusahan dan negara, mengubah ekosistem usaha, memfasilitasi inovasi dan riset ilmiah (Brown, Chul, & Manyika, 2011:2; Agarwal & Dhar, 2014) hingga dominasi pemilik kendali data pribadi terhadap pihak lain.
Misalnya, Juni 2013, Ed Snowden merilis data bahwa National Security Agency (NSA) dari Amerika Serikat (AS) mewajibkan rakasasa telkom Verizon menyerahkan jutaan data panggilan telepon warga AS ke Federal Bureau of Investigation (FBI) dan NSA (Greenwald, 2013).
Tahun 2018, Singapura pernah heboh karena 1,5 juta data personal warga Singapura diretas oleh pihak anonim dengan risiko pelanggaran privasi dan rapuh keamanan data siber (John Geddie/Aradhana Aracindan, 2018). Maka Big Data melahirkan risiko bawaan: privasi, surveilens, keamanan (data) pribadi, dan akurasi data.