Cegah dan Berantas Perburuan & Penyelundupan Burung asal Flores, NTT
Oleh H. Marwan Ja’far (Anggota DPR RI 2019 - 2024)
Sebelum UU 21 Tahun 2019, zona Indonesia dilabel negara ‘pasar bebas’ satwa liar; karena peraturan rapuh membuka peluang perburuan, perdagangan, dan penyelundupan satwa liar, ikan, dan tumbuhan. Misalnya, Januari 2018, Polisi menggerebek upaya penyelundupan 125 burung eksotis asal Gane, Halmahera. Sebanyak 84 burung nuri bayan dan 41 kaka-tua putih terancam punah, dimasukkan ke dalam pipa PVC (BBC, 18/1/2018).
Maret 2019 di Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Polda Jatim menggagalkan penyelundupan 41 ekor Komodo ke tiga negara di Asia Tenggara. Harga seekor Rp 500 juta. Komodo itu berasal dari Flores, bukan Taman Nasional Komodo (TNK), Manggarai Barat, NTT (Akhmad Faizal et al, 2019).
Selama ini, operasi jaringan kejahatan lintas-negara semacam ini menyelundupkan dan menjual satwa-satwa liar seperti binturung, kakatua jambul kuning, kakatua maluku, burung nuri bayan, burung perkicing, trenggiling, dan berang-berang. Maka perburuan dan penyelundupan satwa langka atau endemik harus segera diberantas karena sangat merusak keragaman-hayati dan kakter ekosistem per daerah wilayah Negara Kesatuan RI.*