
Bupati Heri Nabit Pecat 249 Nakes karena Sampaikan Aspirasi ke DPRD Manggarai
Oleh Julius Salang
Lalu, pasal 28 UUD 45 juga mengakui “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya …”
Jelas bahwa tindakan yang dilakukan oleh para Nakes tersebut tidak ada yang bertentangan dengan hak sipil dan politik mereka sebagai warga negara Indonesia.
Bahkan cara yang mereka lakukan untuk menyampaikan aspires melalui Lembaga DPR harus diapresiasi sebagai tindakan yang sangat konstitusional dan etis.
Mereka tidak berpawai keliling kota untuk menurunkan wibawa pemerintah. Mereka tidak mengganggu kepentingan publik dengan memblokir jalan.
Mereka datang secara terhormat ke Lembaga DPR. Sebagai warga negara yang beradap mereka berdialog di Lembaga DPRD.
Sayangnya respon Bupati Manggarai jauh dari kategori terhormat dan beradap seperti yang ditunjukkan oleh para Nakes.
Sebaliknya, Bupati Heri justru memecat mereka secara tidak terhormat. Sebetulnya, bukan pemecatan itu yang tidak terhormat, melainkan tindakan Bupati Heri-lah yang tidak terhormat.
Sebuah tindakan yang sangat tidak patut diera demokrasi saat ini. Kedua, tindakan Bupati Heri cenderung kekanak-kanakan dan emosional.