Bukan Baku Hantam, Tetapi Kerja Samalah yang Menentukan Bumi Bertahan
Oleh : Bernadinus Steni (Mahasiswa Program Doktoral Dalam Bidang Managemen Lingkungan IPB, Penggiat Standar Berkelanjutan)
Meski kerja sama menunjukan keunggulan, watak darwinisme tetap bergurat akar. Manusia masih dianggap konco dekat simpanse dan gorila yang baku hantam untuk mendapatkan pisang dan apel. Ide ini bertahan dan diwujudkan. Bahkan nampak dalam organisasi yang spiritnya adalah kerja sama.
Sikut menyikut antara lawan politik, kelompok yang gemar menghasut dan berujar kebencian dan kekerasan, dan tipologi sejenis itu pada dasarnya memang mewakili Darwin. Jangankan pada komunitas yang luas dan longgar, bahkan di internal keluarga pun demikian.
Suara melengking antara anggota keluarga yang satu dan yang lainnya, kadang pertarungan fisik mewakili tesis Darwin bahwa kita memang mempuyai karakter binatang yang binal dan brutal. Hanya sedikit beda geng dari singa, monyet, dan rekan-rekannya.
Namun, sejarah membuktikan dalam dirinya sendiri, perang dan kekerasan cenderung menjadi abu dan arang daripada pohon yang berbuah lebat. Kekerasan tidak menghasilkan apa-apa, selain kehancuran.
Kekerasan dalam konsep Darwin tidak hanya pada sesama manusia, tetapi terutama terhadap alam. Perusakan alam yang mau menunjukan dominasi dan keperkasaan manusia menuai badai dalam krisis ekologi akhir-akhir ini.