Budaya Egaliter : Habitus Baru Merajut Kedamaian di TTU

Dampak dari salah didik dan penyimpangan nurani ini menggurita dalam banyak praktek seperti money politic berikut fanatisme dan arogansi partai bermental progustes (diri menjadi ukuran dan orang lain dipaksa mengikuti ide, gagasan bahkan hoaks).

Berkaca pada kondisi sosial politik yang buntutnya berpotensi destruktif, maka beberapa solusi coba saya tawarkan untuk merepresentasi habitus baru merajut kedamaian di TTU pra dan pasca Pilkada 2020 :

  1. Hentikan short cut solution (politik jalan pintas), yakni gaya politik yang modal daya juangnya minimalisan tetapi tidak iklas menerima kekalahan. Klimaks dari arah politik jenis ini adalah perpecahan.
  2. Martabat masyarakat perlu dikembalikan pada porsinya yang wajar. Artinya, segala bentuk politik uang dengan sederetan litani mendiskreditkan pihak lain demi merebut simpati sudah saatnya dikuburkan. Masyarakat adalah “tuan” dari demokrasi yang pantas diberi ruang berekspresi, bukan sebaliknya dikibuli dan dibeli.
  3.  Masyarakat tidak boleh tercerabut dari akar tradisinya yang militan dengan berpijak pada budaya egaliter, budaya yang memandang orang lain sebagai saudara. Derajad dan keunggulan kearifan lokal ini harus hidup dalam sanubari masyarakat TTU, agar usai Pilkada 9 November 2020, warna persaudaraan tidak pernah kusam oleh perbedaan pandangan dan pilihan politik.
BACA JUGA:
Fabianus Mana: Berakar dan Berorientasi pada Kepentingan Rakyat
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More