Budaya Egaliter : Habitus Baru Merajut Kedamaian di TTU

Prilaku yang ironis itu dipastikan menjadi jurus yang mempertontonkan tata rasa diabolic dari sebuah sistem yang sejatinya bermartabat. Tulisan ini merupakan refleksi sosiologis – antropologis mencermati iklim tak sejuk, dampak carut marutnya feodalisme politik yang tidak mendidik serta ruang ekspresi masyarakat yang dipasung dan diamputasi. Sekurang – kurangnya sentilan kecil ini menggugah para politisi dan masyarakat TTU demi tumbuhnya habitus baru merajut kedamaian menjelang dan pasca Pilkada 9 Desember 2020.

Budaya Egaliter

Dalam konsep budaya egaliter, semua orang apapun latar belakangnya harus dilihat sebagai saudara. Prinsip egalit menempatkan pribadi sebagai primum terlepas dari intrik – intrik lain yang sifatnya aksidental. Masyarakat TTU sudah terpola secara heredik dalam tradisi menjunjung tinggi kemanusiaan. Tiang – tiang penyanggah wadah TTU yang dikenal dengan BIINMAFO, berikut Nekaf mese ansaof mese sebagai semboyan pijakan seyogyanya mempertegas kharakteristik budaya egaliter. Maka dalam perspektif habitus baru, embrio kesatuan ini harus menjadi ikon kearifan lokal, tidak terkontaminasi pengaruh apapun.

BACA JUGA:
Dukung Literasi, YMTTN Bagikan Buku Kepada SMP Katolik Gita Surya Eban
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More