Bos (Realita Penggunaan Kata Bos)
Oleh Benediktus Kasman, pegiat sosial, tinggal di Maumere
Kadang-kadang om sopir menempel kata bos termotivasi oleh guyonan dari sesama teman dekat. Mungkin karena ia sukses. Ia ‘pegang duit berkecukupan’ dari hasil kerja keras menyetir oto angkutan penumpang atau muat antar barang-barang. Atau bisa saja sopirnya bernaluri seni. Ia merias otonya untuk memudahkan siapa saja yang bakal menggunakan jasa angkutan. Tulisan itu bermaksud untuk membedakan mobilnya dari oto yang lain. Ya, kekhasan otonya.
Sapaan bos tak hanya hiasan belaka. Tapi, barangkali pendorong semangat kerja. Ia menjadi “tuan” atas dirinya dan bukan sebagai bawahan dari majikan.
Bekerja dengan penuh kesadaran tanpa menunggu perintah dari atasannya. Ia jadi bos atas dirinya sendiri dan pekerjaannya.
Oh, kukenang sopir tua renta
Duduk di depan teras rumah
Berapa tahun kau menyetir oto angkut pasir dan batu
Berapa banyak kelokan-kelokan yang mengejutkan kau tempuh
Aku tak tahu berapa duit terkumpul
Kuingat upah dari bos cukup buat hidup sehari-hari
Aku tak punya celengan di masa tua
Suatu ketika aku dipecat