Bodho dan Begho di Republik Seolah-Olah
Oleh Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, pernah bekerja di Deutsche Welle di Koeln dan Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum, sekarang tinggal di Jakarta.
Explain please your munaficology.
Okey-lah, saya mendeskripsikannya saja. Silahkan kamu sendiri merumuskannya. Yang pasti saya munafik, kamu pasti bukan. Saya hampir tidak pernah melakukan suatu perbuatan apa pun yang saya maksudkan benar-benar untuk perbuatan itu sendiri. Hati saya penuh pamrih tersembunyi, pikiran saya sarat strategi penipuan-tak hanya kepada orang lain, melainkan juga kepada diri saya sendiri. Kalau saya shalat atau ibadat di gereja setiap hari minggu, saya sebenarnya bukan benar-benar shalat, saya tidak benar-benar ibadat. Saya ngakali Tuhan. Shalat atau ibadat saya hanya alat untuk mencari kemungkinan tambahan agar tercapai kepentingan tertentu yang saya simpan. Kamu tak boleh tahu. Misalnya, shalat dan ibadat saya bertujuan agar cita-cita saya tercapai di bidang kekuasaan, kenaikan pangkat, atau pembengkakan deposito. Selain itu, saya mau dapatkan image bahwa saya taat beragama. Syukur-syukur dinilai saleh dan religius. Kamu tahu kan negeri kita membangga-banggakan tingkat keagamaannya. Padahal saya tu diam-diam korupsi dengan cara halus dan canggih. Bahkan saya bisa maling secara baru. Jadi, aslinya saya tu yah sangat pamrih. Kejam. Kamu tak akan tahu. Sebab kamu terlalu underestimate terhadap tingkat kejahatan dan keserakahan saya.
Wait, wait, tadi kamu bilang maling secara baru. Apa lagi ini?