Bodho dan Begho di Republik Seolah-Olah
Oleh Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, pernah bekerja di Deutsche Welle di Koeln dan Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum, sekarang tinggal di Jakarta.
Di Republik Seolah-Olah, semua orang bebas bicara dan bertindak apa saja. Semua riang gembira karena yakin apa yang dialami dan didengar, hanya seolah-olah. Be (Begho) dan Bo (Bodho) bertemu di Café Ca Nai di Pertigaan Kwitang-Senen di suatu senja menjelang berbuka bersama.
***
Be (=Begho), ini ada puisi. Saya memang suka puisi, sering terhibur tapi koq rasanya puisi yang ini bikin nyesek. Pertamanya saya cuek, anggap saja gak ada, anggap saja puisi pesanan orang-orang yang belum move on
Baca aja Bo (=Bodho), saya mau dengar
Okey, dengar ya:
Aku menyapamu wahai republik seolah-seolah
Tuan rumah segala bencana dan pura-pura
Kampiun dalam segala hal yang menyangkut pertengkaran dan korupsi
Jagonya pidato berapi-api dan joget sana sini
Ich liebe dich, wahai negeriku yang tangguh dalam penindasan dan teramat sabar dalam keteraniayaan
Yang api neraka tak kan tega menjilat kalian, dan surga rindu kepada ketahanan hati kalian
Kalau memang kebesaran kalian terletak pada sejarah kesengsaraan
Maka aku ucapkan selamat bertengkar dan menjegal satu sama lain
Selamat menegakkan persaingan dan penghancuran melalui korupsi