Berita Soal HGU Nangahale Tidak Lengkap, Tidak Proporsional, dan Biased
Oleh P. Dr. Alexander Jabadu, SVD, Dosen IFTK Ledalero.
Mengapa tidak bisa dikembalikan kepada mereka? Ya karena aset-aset itu sudah lama dimiliki perampok Belanda dan masyarakat yang dulu jadi pemiliknya sudah silih berganti atau jumlah mereka sudah sangat banyak ketimbang dulu.
Bahkan, setelah ratusan tahun, ada warga yang sebenarnya pendatang dan bukan ahli waris dan bukan anggota suku setempat (Catatan: satu warga kemarin yang mantan biarawan itu juga bukan orang setempat tapi dari Flobatim).
Karena itu, pengembaliannya sangat sulit.
Kalau dikembalikan kepada masyarakat, kemungkinan akan ada konflik di antara mereka, antara lain karena siapa dapat apa dan dapat di mana.
Maka pemerintah RI putuskan yang terbaik: barang atau tanah bekas rampokan Belanda ini dijadikan milik negara saja atas nama seluruh Rakyat Indonesia dan dikelola melalui mekanisme HGU (Hak Guna Usaha) . Kebijakan ini berlaku dari Sabang sampai Marauke.
Khusus untuk tanah Nangahale dan Patiahu, Negara beri HGU kepada Gereja sangat beralasan, karena Gereja mendapatkannya dulu dengan membeli menggunakan mata uang GULDEN dari perusahaan Belanda (note: bukti pembelian masih ada di arsip SVD ENDE hingga hari ini) dan Gereja bayar pajak tanah HGU ini tidak sedikit setiap tahun).