Berani Mengkritik

Oleh Arnoldus Nggorong, Alumnus STFK Ledalero, tinggal di Labuan Bajo

Kedua, tingkat peradaban bangsa AS sudah maju. Sudah umum pula diketahui bahwa AS, dengan julukan negeri Paman Sam, adalah salah satu negara maju (tergolong dalam negara-negara G7), bahkan disebut negara adidaya. Tak kalah menariknya juga adalah AS menjadi negeri impian banyak orang.

Sedangkan Indonesia masih ‘merasa nyaman’ dengan predikat ‘negara berkembang’. Meskipun sejumlah pemimpin (pejabat) seringkali mendengungkan Indonesia Emas 2045 sebagai cita-cita mulia, namun ucapan itu cuma sekadar ‘pembangkit’ emosi massa yang sedang terpana dalam keasyikan menikmati kata-kata ‘indah’ sang pemimpin yang penuh gelora.

Penanda lain yang mengafirmasi kondisi tersebut adalah setiap kali pergantian Menteri Pendidikan, bersamaan dengan itu kurikulum pendidikan pun diganti. Seolah-olah kurikulum pendidikan sebelumnya kurang bermutu, harus diganti. Seakan-akan pula kurikulum baru dipandang lebih berkualitas, yang diyakini dapat meningkatkan mutu pendidikan, menuntaskan kompleksitas permasalahan pendidikan yang karut-marut.
Yang tak kalah menghebohkan juga adalah banyaknya pekerja Indonesia yang pergi ke luar negeri hanya untuk menjadi pembantu rumah tangga atau menjadi buruh kasar semakin mempertegas kenyamanan atribut, Indonesia sebagai negara berkembang. Lalu sebutan eufemistis, yang bernada sanjungan, dilekatkan pada mereka sebagai ‘pahlawan’ devisa, yang membuat para pekerja ‘terhipnotis’. Mereka lupa akan bahaya yang mengancam nyawanya.

BACA JUGA:
Penegakan Hukum Gaya “Pokrol Bambu”.
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More