Belajar di Bawah Pohon
Sebuah Cerpen Dengan Ilham dari SDK Lamba-Ketang (Cerpen Fransis Borgias*)
Menghafal Doa-doa Yang lain
Setelah selesai menghafal Sepuluh Perintah Allah (dalam Bahasa Manggarai), lalu kami menghafal doa-doa cinta (ngaji momang), doa harapan (ngaji bengkes), doa pagi (ngaji gula), doa malam (ngaji wie), malekat Allah (malaekat de Mori Keraeng). Tidak lupa juga kami harus menghafal doa angelus dalam Bahasa Manggarai, Penggawa de Mori Keraeng mai kreba hi Maria Nggeluk, ai hia poli de’I le Nai Nggeluk…dst…dst. Kami juga harus menghafal doa Sengaji Surga (Ratu Surga, Regina Caeli) yang biasanya kami pakai pada masa Paskah. Tentu saja kami juga harus menghafal doa Bapa Kami (Yo Ema Dami) dan doa Salam Maria (Tabe o Maria). Semuanya kami lakukan secara bersama-sama dan beramai-ramai di bawah pohon alpukat itu.
Sesudah menghafal doa, maka tibalah giliran bagi kami untuk menghafal perkalian. Mulai dari perkalian satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh. Untuk tingkat kelas dua awal cukup sampai sepuluh saja. Tetapi sesudah bulan-bulan pertama, hafalan perkalian itu juga harus sampai ke puluhan hingga ke seratus. Dan hafalan perkalian itupun kami ucapkan secara berirama juga. Agak susah melukiskannya dengan kata-kata di sini. Pokoknya semua anak harus menghafalnya dengan irama lagu seperti itu. Tidak boleh dan memang juga tidak bisa dengan irama yang lain. Kalau dengan nada dan irama yang lain, maka akan terasa aneh. Dan hal itu akan langsung ditegur juga oleh guru-guru kami yang sesekali datang mengawasi kami belajar di kelas di bawah pohon alpukat yang rindang. Ah indah sekali. Penuh kenangan.