Belajar di Bawah Pohon

Sebuah Cerpen Dengan Ilham dari SDK Lamba-Ketang (Cerpen Fransis Borgias*)

Pada saat itu gedung sekolah kami sudah terdiri atas enam ruangan. Tidak ada ruang khusus untuk kantor para guru. Kantor para guru ada di masing-masing kelas dari guru yang bersangkutan. Hanya berupa sebuah lemari berukuran kecil dan meja. Pada saat itu, yang ada ialah guru kelas. Bukan guru mata pelajaran. Artinya, kalau bapa guru A, mengajar di Kelas III, maka ia harus mengajarkan semua mata pelajaran di kelas itu. Tidak ada persoalan mengenai apakah sang guru itu berkompeten atau tidak. Rasanya waktu itu semua guru bisa mengajarkan semua mata pelajaran di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. Luar biasa.

Ada Kapel di Sekolah Kami

Kebetulan pintu-pintu ruang kelas sekolah kami itu menghadap ke utara. Gedung itu memanjang dari Timur ke Barat. Ruangan paling barat kami peruntukkan bagi kelas satu dan kelas dua. Sesudah itu ada ruangan untuk kelas tiga. Lalu ada ruangan untuk kelas empat. Kemudian ada ruangan untuk kelas lima. Dan akhirnya ada ruangan kelas untuk kelas enam. Dan ruangan yang paling timur pada jaman kami dulu tidak pernah kami pakai sebagai ruangan kelas. Karena ruangan di paling ujung timur itu adalah ruangan yang khusus untuk kapel. Di sana ada sebuah altar. Ada juga tabernakel, dan patung bunda Maria. Di dindingnya kami gantung juga gambar jalan salib yang kami teruskan ke ruangan kelas enam, karena ruang kapel itu tidak cukup untuk empatbelas gambar stasi jalan salib.

BACA JUGA:
Puisi-Puisi Epi Muda
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More