
Asing di Tanah Sendiri; Kisah Tragis Persaudaraan di Manggarai yang Terkubur Sengketa Lahan
Oleh Sandrianus Kasiman, Mahasiswa Semester 4 Prodi PGSD Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng dan Wakil Sekjen PMKRI Ruteng Periode 2024-2026
Akibatnya, nilai-nilai mulia seperti saling menghormati, berbagi, dan berkorban demi kepentingan bersama perlahan-lahan pudar dari kehidupan masyarakat Manggarai.
Untuk menanggulangi situasi krisis ini, pendekatan yang praktis dan realistis sangat diperlukan. Hambor seharusnya diadakan kembali bukan sebagai ritual besar yang mengundang seluruh keluarga, tetapi lebih sebagai “hambor kecil” di antara saudara-saudara yang berselisih.
Ide mengenai “barong” (perdamaian) perlu diawali dengan langkah-langkah kecil, seperti saling menyapa saat bertemu, berbagi informasi mengenai kesehatan orang tua, atau saling membantu dalam keadaan darurat.
Lembaga adat dan tokoh masyarakat harus berperan sebagai mediator yang netral, tidak hanya memberikan saran tetapi juga membantu dalam pembagian warisan secara adil.
Yang terpenting adalah menyadarkan semua pihak bahwa tanah pada akhirnya akan kembali menjadi debu, sementara hubungan yang retak akan meninggalkan luka yang tidak akan pernah sembuh.
Hanya dengan mengedepankan hubungan kekeluargaan di atas kepentingan materi, masyarakat Manggarai dapat menghindari tragedi merasa asing di tanahnya sendiri.***