
Akar Determinatif Kemiskinan dalam Prespektif Rerum Novarum
Oleh Apolonia Mida, Mahasiswa STIPAS Ruteng
Individualisme inilah yang melanggengakan ketidakpedulian sosial. Orang kaya tidak memilki tanggung jawab moral terhadap yang miskin, sementara yang miskin gagal karena tidakmampuan pribadi. Pada hal menurut Ajaran Gereja manusia diciptakan untuk hidup dalam komunitas dan saling menanggung beban.
Paus Leo ke XIII dengan tegas mengingatkan bahwa kemiskinan pada dasarnya berasal pada krisis moral: kegagalan menghargai martabat manusia. Dalam pandangan kapitalis, manusia direduksi menjadi alat produksi; dalam pandang sosialis yang esterm, manusia dilebur ke dalam koletivitas tanpa mengaharagi kebebasan individu. Kedua eksterm ini sama-sama merusak martabat manusia.
Maka, akar determinatif kemkiskinan juga harus ditelusuri pada hilangnya nilai moral dan spiritual dalam keghidupan sosial-ekonomi.Ketika manusia dipandang sebagai komoditas, maka kemiskinan tidak hanya bersifat material melainkan juga kemiskinan masyarkat.
Jika kita refleksikan pesan Rerum Novarum dalam konteks Indonesia saat ini akar determinatif kemiskinan masih sangat relevan. Kita melihat kesenjangan sosial-ekonomi yang tajam: segelintir orang menguasai mayoritas kekayaan nasional, sementara jutaan rakyat masih bergelut dengan kemiskinan. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Stasistisk (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesiapada September 2024 adalah 24,06 juta orang atau sekitar 8,57 % dari total penduduk. Angka ini menurun dibandingkan dengan Maret 2024 yang tercatat sebesar 25,22 juta orang. Sedangkan pada tahun 2025 jumlah penduduk miskin 23,85 juta orang, menurun 0,20 juta orang dibandingkan september 2024 dan menurun 1,37 orang dibandingkan maret 2024.