Membaharui Harapan
Jika menggunakan perspektif duniawi, rasanya kita kehilangan asa berhadapan dengan kenyataan dunia yang amat kompleks, ruwet. Seolah tidak ada solusi terhadap persoalan dan kemelut hidup di dunia nyata. Kondisi ini, yang secara potensial ada di dalam diri manusia sendiri, mengarahkannya kepada kebinasaan, kepunahan, kematian abadi.
Kalau dibiarkan dan tidak dilawan, maka keadaan tersebut akan berlanjut. Untuk melawannya, manusia sendiri yang mesti memaksimalkan energi positif yang ada di dalam dirinya. Energi positif itulah yang disebut harapan.
Harapan, dalam arti yang lebih luas dan dalam, memiliki arti percaya. Orang yang berharap memiliki kepercayaan akan sesuatu yang dapat menjadi tumpuan, pijakan, fondasi hidupnya. Harapan membangkitkan semangat, membangun motivasi, memperkokoh tekad dan niat.
Ada empat ciri harapan menurut Anthony Kelly seperti dikutip Andreas B. Atawolo dalam bukunya “Allah Trinitas Misteri Persekutuan Kasih.”
Pertama, harapan melampaui optimisme. Sikap optimis dihubungkan dengan rasa nyaman karena situasi masa depan berjalan dengan baik. Dalam optimisme orang dapat memprediksi dan melakukan antisipasi tantangan yang dihadapi. Harapan lebih dari sekadar optimis. Harapan justru terjadi ketika optimisme tidak lagi memberikan jaminan. Harapan sejati menjadi lebih bermakna ketika prediksi dan kalkulasi antisipatif tidak berfungsi.