
Ketika Kuburan Jadi Tempat Ziarah dan Doa: Sebuah Perspektif Filosofis dan Teologis
Oleh Dionisius Ngeta
Sesaat ayahanda jalani Perforasi Lambung (operasi lambung yang robek) dan memasuki masa perawatan dan pemulihan belum lama ini, saya menyempatkan diri berziarah dalam kepasrahan dan doa di kuburan orang tua dari buyutnya bapak saya yakni Aha Tawa.
Berlokasi strategis di tengah kampung tua: Mbamo, Desa Wokowoe Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo. Dalam keheningan malam, Kuburan Aha Tawa itu seakan-akan menarasikan makna terdalam yang saya coba garap dalam artian Filosofis-Teologis.
Kuburan tidak sekadar tempat fisik seseorang dimakamkan di sana. Dia adalah tanda yang mengingkatkan tentang siklus kehidupan, kematian, memori dan hubungan transenden manusia dengan alam semesta bahkan dengan Penciptanya.
Kuburan tidak hanya berfungsi sebagai tempat peristirahatan terakhir. Tetapi juga menjadi cerminan nilai-nilai budaya, spiritual dan etika masyarakat setempat. Nenunjukan rasa dan sikap hormat dan bakti kepada mereka yang sudah meninggal, tempat ziarah dan doa bagi keluarga yang ditinggalkan adalah nilai-nilai yang diwariskan dan dipertahankan dalam tradisi masyarakat.
