
Esensi Pers Sebagai Pilar Keempat Demokrasi, Jurnalisme Terlibat dan Voice for the Periphery
Oleh Walburgus Abulat (Jurnalis, Penulis Buku, dan Pernah Dipercaya Kantor Bahasa NTT Menjadi Fasilitator Kegiatan Literasi dan Bengkel Bahasa di Kabupaten Sikka)
Perkembangan dunia digital telah merambah ke seantero jagat, dan menyusup jauh ke pedalaman pelosok dunia. Dunia digital diwarnai dengan perkembangan teknologi dan komunikasi yang begitu masif melalui internet, komputer dan aneka perangkat digital yang memberikan kemudahan akses dan penyebaran informasi yang cepat bagi elemen warga/pengguna. Di balik adanya fakta perkembangan digital yang masif ini, pertanyaan muncul bagaimana peran lembaga pers yang selama ini masuk dalam kategori sebagai pilar keempat demokrasi? Mungkinkah insan pers mengemban tugas plus sebagai jurnalisme terlibat dan terus menyuarakan suara bagi mereka yang terpinggirkan (voice for the periphery) dengan tetap taat pada rambu-rambu jurnalistik yang berlaku? Tulisan berikut kiranya membuka ruang untuk menjawab pertanyaan ini dan menyalakan api kesadaran bahwa insan pers terus berliterasi untuk terus menyuarakan suara bagi kaum terpinggirkan (voice for the periphery) melalui karya-karya jurnalistik yang terlibat dan selaras zaman, baik atau tidak baik waktunya (opportune importune).