
Dari Komunitas Basis Gerejani Menuju Komunitas Basis Manusiawi: Sebuah Upaya Gereja Katolik Dalam Membangun Dialog Antar-Agama Di Indonesia (Bagian III)
Oleh Drs. Hironimus Pakaenoni, L.Th. (Dosen Fakultas Filsafat Unwira Kupang)

2.2.2. Penerapan Eklesiologi Gereja Lokal di Indonesia
Sejak didirikannya negara kolonial menyusul runtuhnya Pemerintahan Hindia-Belanda (VOC) pada akhir abad ke-18, Gereja Katolik dihadapkan dengan masalah yang terus menuntut pemikiran mendalam, yakni bagaimana
mengembangkan Gereja yang “Katolik” dan berurat-berakar di dalam setiap wilayah Indonesia. Dengan kata lain, memasuki abad ke-19, Gereja Katolik Indonesia mulai menyadari pentingnya Gereja Katolik lokal, pada saat agama Kristen, termasuk Katolik, telah didukung dan dibina oleh para misionaris asing yang pada umumnya berasal dari Belanda. Kenyataan ini telah ditunjukkan dalam pernyataan sederhana oleh Vikaris Apostolik Batavia (Jakarta), Mgr. Vrancken (1850) dan beberapa imam Katolik lainnya seperti G. Metz (1862-1885) dan P. Vertenten (1910-1925), yang menggarisbawahi pentingnya memiliki imam-imam lokal dan pribumi.