Tanah Air Kita, Tanah Surga?

Oleh Dionisius Ngeta (Asal Nangaroro-Nagekeo, Tinggal Di Maumere)

Kepemimpinan Jokowi: Tidak Sekedar Meninggalkan Legesi
Penulis Dionisius Ngeta, Koordinator Program Yasbida Maumere. Foto; istimewa

 

ORANG bilang tanah kita tanah surga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman”, demikian Koeswoyo dalam lagu “Kolam Susu”. Permenungan Koeswoyo dalam syair lagu di atas adalah realitas sumber daya alam Indonesia. Sebuah realitas bahwa betapa kayanya tanah air kita. Tanah yang penuh susu dan madu adalah “tanah surga”, dan “kolam susu” bagi bangsa dan anak cucu.

Pemanfaatan yang sebesar-besarnya kekayaan alam yang terkandung di daratan dan lautan bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat menjadikan tanah air kita, “tanah surga” dan “kolam susu”. Sebaran anak bangsa penuh keberagaman etnis, suku, agama, bahasa dan kebudayaan pada pulau-pulaunya bukan keinginan mereka, tapi takdir Pencipta. Itulah “surga” di tanah air kita. Hidup rukun dan damai antara etnis, suku dan agama adalah indikasi “surga” di tanah air kita.

Cita-cita kemerdekaan tidak sekadar cerita, jika kesejahteraan dan kemakmuran sungguh-sungguh dirasakan oleh warga masyarakat Indonesia. Terciptanya keadilan dan perdamaian, keamanan dan kesejahteraan adalah suasana “surga” ikhtiar bersama masyarakat Indonesia dan dunia. Tanah air kita, “tanah surga” dan “kolam susu”, harus jadi nyata dialami semua dan dinikmati bersama tidak hanya sebagian.

BACA JUGA:
Generasi Milenial Sikka Tidak Boleh Golput
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More