14 Tahun Pemekaran Matim, Hasilnya Jadi Kabupaten Tertinggal, Bupati Dinilai Gagal
(Wawancara eksklusif Pojokbebas.com dengan tokoh asal Matim, Damianus Ambur)
Sejak dimekarkan pada Juli 2007 -hampir 14 tahun usianya- Matim bukannya berkembang menjadi daerah yang maju sebagaimana tujuan pemekaran itu sendiri, tapi malah terjerembap dalam jurang kemiskinan. Matim adalah contoh paradoks, dimana potensi melimpah tapi miskin. Itu artinya ada yang salah. Pojokbebas menurunkan wawancara eksklusif, wawancara dengan salah seorang tokoh Manggarai Timur yang peduli pada soal pertanian, pariwisata,dan budaya Manggarai.
Pojokbebas.com: Rupanya ada yang salah dengan tatakelola Matim. Hampir 14 tahun saat ini usia kabupaten subur ini, tapi hasilnya bukan maju tapi mundur, menjadi salah satu kabupaten tertinggal di NTT. Selaku tokoh Manggarai yang punya konsen dengan kehidupan kaum tani di Manggarai, apa yang salah dengan Matim?
Kalau kita kembali melihat sedikit ke belakang, pada saat wilayah Manggarai belum dimekarkan, Manggarai Timur (Matim) menjadi wilayah yang identik dengan komoditi pertanian. Kopi, vanili, coklat, cengkeh, kacang hijo, dan komoditi lainnya hidup di sana. Tanam apa saja jadi di sana. Siapa yang menikmati hasil bumi dari Matim? Para rentenir dari Ruteng. PAD-nya untuk Kabupaten Manggarai. Permainan para rentenir/tengkulak sangat mengakar menguasai komiditi pertanian dari Matim. Mereka mafia perdagangan yang sudah ada dari jaman dulu. Di Matim sudah tidak ada lagi para pedagang kopi sekelas Paulus Kantor. Matim tetap happy dengan status sebagai daerah termiskin.