WALHI NTT Sebut Proyek Strategis Nasional Waduk Lambo Abaikan Putusan MK

“Ini sebuah paradigma terbalik yang coba dibangun. Bahwa rakyat yang protes adalah preman-preman yang menghalangi kepentingan publik. Padahal jika dilihat bahwa rakyat adalah pemilik ulayat, bertindak atas diri sendiri dan suku, turun-temurun dari leluhur sebagai penguasa atas tanah dan air mereka, mereka memiliki hak hukum sesuai Pasal 18 B Ayat (2), Pasal 28 I ayat (3)dan (4), Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dan mereka perlu dilindungi secara hukum oleh kepolisian,” beber Umbu.

Jika kepolisian memposisikan diri sebagai Kamtibmas, lanjut Umbu, seharusnya kepolisian bertindak di tengah, melindungi kedua belah pihak. Jika ada konflik harus didudukan secara serius dan mendengarkan rakyat. Tidak terkesan mengintervensi rakyat agar setuju. “Yang terlihat adalah kepolisian tidak seperti yang dibicarakan di media oleh Kapolres Nagekeo AKBP Yudha Pranata,” pungkasmua.

Umbu membeberkan bahwa pasa saat konflik awal yang lalu, pada tanggal 9 Desember 2021 atas pengakuan beberapa ibu-ibu di lokasi kejadian, bahwa ada oknum anggota kepolisian melakukan aksi represif dan telah mengganggu mental ibu-ibu di sana. “Persoalan ini berbanding terbalik dari yang dimediakan bahwa polisi bertindak sebagai Kamtibmas,” tegas Umbu.

BACA JUGA:
Terkesan Lamban, Polres Mabar Didesak Tuntaskan Pengusutan Dugaan Penggunaan Gelar Tanpa Hak oleh Lorens Logam
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More