Virus Corona: Konspirasi dan Masa Depan Demokrasi

Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)

Nalar Publik

Sejarahwan Yuval Noah Harari berkali-kali menyampaikan keresahannya. Bukan pada pandemi, tetapi cara sistem mengelola krisis. Ada kecenderungan menghadapkan krisis untuk “fait accompli” demokrasi. Suara berbeda pada situasi ini tidak hanya fals.

Tapi dianggap sama konyolnya dengan jimat dan mantra. Sehingga, banyak intelektual publik yang sebelumnya demikian galak mengawal ruang demokrasi publik, sekonyong-konyong melempem.

Ragu untuk berbeda. Harari menyarankan agar segenting apapun krisis,  ruang publik tidak boleh sepi. Kritik harus tetap sesemarak krisis. Tanpa kritik, tanpa protes, tanpa suara, krisis akan melarung demokrasi.

Ekonomi bencana dapat melahap kesempatan yang tersisa untuk demokrasi yang saat ini di tubir jurang akibat merebaknya populisme.

Publik yang panik tidak punya waktu untuk berpikir tajam terhadap konspirasi ekonomi di balik bencana. Bahkan agama pun ikut tiarap. Kitab suci menyebut takut akan Tuhan. Saat ini jadi takut akan Corona.

Sebaliknya, warga yang melarat dipaksa membeli masker, disinfektan, dilarang untuk mencari nafkah, dan seterusnya. Semuanya itu merupakan beban ekonomi tambahan yang tidak pernah ada sebelumnya.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More