Virus Corona: Konspirasi dan Masa Depan Demokrasi
Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)
DUGAAN bahwa Corona adalah bikinan pabrik manusia sudah acapkali dipatahkan. Meski dijejali dengan rupa macam versi prasangka konspirasi, bukti-bukti ilmiah telah dikemukakan dengan gamblang bahwa virus corona adalah penyakit zoonis.
Penyakit ini aneh. Bukan transmisi konvensional dari manusia ke manusia. Tapi proses mutasi virus yang mulanya berinang pada hewan lalu bermigrasi ke manusia. Rupanya manusia tidak sendirian doyan ngelayap. Virus pun demikian.
Namun konspirasi tetaplah konspirasi. Tidak akan hilang dari sejarah manusia. Sebabnya mudah. Konspirasi tidak perlu bukti. Tapi cukup bergelayut pada tudingan. Dia adalah cara efektif untuk mengalihkan soal.
Pokoknya bukan saya. Tapi si anulah yang salah. Itu pula yang dialami publik masa kini. Tidak kurang-kurang. Pemimpin negara adidaya seperti Trump pun mengecap konspirasi.
Pandemi Mengubah Sistem
Penyakit beginian sudah berulang dalam sejarah. Namun sepanjang itu pula teori konspirasi pernah bemunculan. Bahkan konyol.
Christian McMillen, dalam Pandemic, menulis, bahwa ketika Black Death yang meremukan Eropa mulai menghinggapi sebuah desa kecil di Monte Lupo, dataran tinggi Tuscan Italia pada musim gugur 1630, pertentangan terjadi antara pejabat kesehatan setempat dan pemimpin religius.