TAHUN 2022: Kick Off Kebangkitan Alam Untuk Indonesia Raya & Dunia: Strategi Kebangkitan Alam (Bagian 3 dari 3 Tulisan)
Oleh Komarudin Watubun, SH, MH (DPR-RI 2019-2024)
Mengapa merajut dan membangun Kembangkitan Alam berbasis negara-bangsa? Selama ini, kita tinggal di rumah kita yang sama, “planet bumi”. Kini dua tanda ancaman serius bagi keberlanjutan hidup kita: air yang sehat semakin langka di bumi dan lapisan ozon semakin terkoyak di langit.
Sejak era SM, kita membaca pesan zaman: filsuf Heraclitus (535 – 475 SM) dari Yunani menyebut panta rhei (πάντα ῥεῖ), segala sesuatu senantiasa mengalir-berubah (Berris et al, 2014); bagi negara-bangsa, perubahan harus memiliki dasar kuat, terarah, terukur, dan tidak bias agar stabil, sehat, dan berkelanjutan. Negara-bangsa Indonesia memiliki dasar kuat atau patokan arah perubahan yakni staat fundamental norm, alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945.
Filsuf Lao Tzu asal Tiongkok abad 4 SM melihat alam semesta kekal atau tidak mati, karena selalu memberi, tidak hidup untuk dirinya (McKenna, 2016); begitulah sifat kebaikan alam ciptaan Tuhan YME. Maka manusia harus merawat kebaikan alam (the good of nature). Nabi Muhammad abad 6-7 M (lahir di Mekkah) mengajarkan tentang menanam pohon dan merawat pohon. (Dehlvi, 2018; Nazir, 2014) Abad ke-21, Dr. Mangawari Waathai, pahlawan bumi (the hero of Earth) asal Kenya merawat hidup dengan menanam pohon; Mei 2015, Negara Vatikan merilis Laudato Si tentang merawat bumi, rumah kita.