
TA ON DUC ME
Galang menyembul dari lapisan jiwa di ujung ziarah hari ini. Di pulau ini pernah kuukir sebuah melodi, saat berjuang dan bergulat mengais hak hidup saudara-saudaraku dari Ende Lio, yang terhempas hidupnya oleh arogansi kekuasaan sebagaimana dialami pengungsi Vietnam. Dalam ketidakberdayaan menghadapi tembok-tembok penguasa, saya berlari ke Galang, bersimpuh di kaki Maria, berseru dalam gejolak bathin, yang tidak saya mengerti. Dan lahirlah sebuah syair ini:
“Di tengah kehidupan yang penuh ancaman/ tiada tempat yang menjadi sandaran/ hanya dikau Bunda Maria/ anakmu datang memohon bantuan. Tolong kami Bunda penuh kasih sayang/ Ingat kami Bunda penuh kerahiman/Maria Bunda Pembantu Abadi. Dalam kemelut hidup yang terus menerpa/ pelukan kasihmu jadi andalan/ Tiada lagi jadi harapan/ hanya dikau Bunda Maria. Tolong kami/ Bunda penuh kasih sayang/ Ingat kami Bunda penuh kerahiman/ Maria Bunda Pembantu Abadi. Duka dan derita datang silih berganti/ mengiris bathin menyiksa nurani/ Pada dikau anak meminta/ Seberkas doa setetes rahmat. Tolong kami Bunda penuh kasih sayang. Ingat kami/ Bunda penuh kerahiman. Maria Bunda Pembantu Abadi”.