Suara Tawa pada Tragedi “Babak Tambahan” (Jangan Tertawa Kalau Kau Masih Menangis!)
Oleh: Ermalindus Albinus Sonbay♥
Dan di tengah semua itu, dengan babak tambahan kemiskinan dan kemelaratan yang tidak pernah berakhir ini, manusia NTT yang terlanjur dikategorikan miskin, tertinggal, terbelakang dan malas bodoh ini harus terus menjadi teguh untuk menghidupi predikat-predikat yang holistik. Tetap teguh sebagai warga negara, teguh sebagai umat beragama dan teguh sebagai anak-anak budaya. Tidak pernah ada cerita positif bahwa wilayah atau negara tertinggal akan maju dan sejajar-setara dengan wilayah atau negara maju dalam backwash effect. Diperlukan rintisan yang rintisan yang kuat, kolaborasi dan sinergi yang manusiawi dan perjumpaan yang terus dan terus dijalankan dengan jujur ikhlas, bahkan tidak mustahil juga dengan cara dan gaya yang diambil Rusia dan aliansinya dalam memotong mata rantai dominasi dan penguasaan berlebihan.
Aliran uang yang masuk dan singgah sebentar ke rekening orang NTT cukup banyak, sayang semuanya dengan cepat pula keluar dan menguap kembali ke wilayah-wilayah maju tersebut. Beragam konsensus internal sudah digagas, beragam aksi komunitas sudah dibuat, tapi belum ada cerita hebat mengenai kemungkinan diikatnya semua itu dalam sebuah simpul perjuangan yang lebih besar atas nama kolaborasi dan sinergi yang kontributif. Masyarakat NTT tidak sepantasnya juga mendiskreditkan semua saudara yang datang dari Jawa, BBM, PBB dan berbagai wilayah maju lainnya, sama seperti seluruh dunia tidak perlu untuk terus mengutuk Amerika Serikat. Yang harus terus dibuat adalah gerakan sosial politik untuk terus
menyadarkan keluarga sendiri hingga umat manusia bahwa perlu ada ruang ekspresi sosialpolitik-ekonomi-dll yang baik untuk semua orang. Dan dunia tidak pernah diciptakan hanya untuk satu-satunya negara, bangsa, suku, adat tertentu. Status mendesaknya sebuah gerakan sosial politik untuk kombinasi yang lebih bagus diperlukan di tengah krisis berkepanjangan multisektor/multidimensi ini.