Suara Tawa pada Tragedi “Babak Tambahan” (Jangan Tertawa Kalau Kau Masih Menangis!)

Oleh: Ermalindus Albinus Sonbay♥

Kemiskinan dan kemelaratan menjadi barang dagangan yang terus diperjualbelikan. Mulai dari lusinan dana bantuan saweran dari negara, agama dan budaya hingga pengabaian kebunkandang-ladang-laut. Semua yang produktif harus ditinggalkan karena yang harus disembah hanyalah konstelasi elektoral tempat semua yang ada difait accompli menjadi tim sukses. Pilihan dikotomis, atau jadi kawan atau jadi lawan. Gagasan kolaboratif dan kontributif dengan adanya pemuliaan terhadap kesetaraan hanya menjadi gagasan yang tak baik dan harus dihindari. Perpecahan kemudian menjadi santapan empuk tempat semua yang berasal
dari luar, masuk dan memporakporandakan potensi berkembang yang dimiliki masyarakat.

Semua bisa dihancurkan atas nama kemajuan dan pembangunan. Semua bisa dibabat atas nama keburukan dan kemalasan/kebodohan pribumi. Status keadilan ekonomi-politik ini tidak akan mendapatkan sorotan, karena mengutip pesan profetik Kaka Viki Djalong dalam sebuah diskusi online, cara orang NTT berpolitik adalah juga cara mereka membangun. Membangun untuk mempertahankan kekuasaan dan berkuasa untuk semena-mena membangun. Tidak ada dimensi hidup yang sehat di era ini. Kekurangan di pemerintahan
menjadi juga sakit dan derita akut di masyarakat dan juga komponen-komponen sosial lainnya seperti agama dan budaya.

BACA JUGA:
Rahasia Umur Panjang dan Tetap Sehat di Hari Tua
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More