Status WNI yang Disandra Pemberontak Houthi Bisa Berubah Jadi Tahanan Perang

Karena itu, sambung Capt. Hakeng, ke depan perlu ada edukasi khusus bagi para Pelaut Indonesia, supaya mereka paham risiko yang mereka hadapi. Di samping itu, menurutnya, para pelaut Indonesia yang bertugas di daerah rawan konflik yang dilalui harusnya mendapatkan tambahan kompensasi dari luar penghasilan pokok yang diterima. Baca juga: Kedaulatan Maritim Indonesia: Impian Atau Kenyataan Yang Masih Bisa Terlaksana?

“Selain itu premi asuransi juga bertambah bila melewati wilayah konflik (war risk zone). Karena faktor risiko bertambah, tapi kebanyakan asuransi kapalnya yang bertambah sedangkan tambahan penghasilan bagi pelautnya seringkali dilupakan,” jelasnya.

Hakeng mengatakan bahwa hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 84 Tahun 2013 tentang Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal, BAB III Perekrutan dan Penempatan Pelaut Ke Tempat Tujuan Atau Ke Kapal Dan Pemulangan (Repatriasi) Bagian Kedua Pasal 20 yang menyebutkan,

“Apabila perusahaan keagenan awak kapal menempatkan pelaut di atas kapal yang berlayar melalui wilayah rawan konflik, maka pemilik dan operator kapal melalui perusahaan keagenan awak kapal wajib memberi kompensasi tambahan yang besarnya sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian kerja bersama antara pemilik operator kapal dengan serikat pekerja.”

BACA JUGA:
Kinerja DPR di Masa Sidang II Buruk, Hanya 3 Jadi UU dari Target 37 RUU
Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More