Singa Tak Pernah Anggap Meongan Kucing
Oleh Dionisius Ngeta, Pemerhati Masalah Sosial-Kemanusiaan, Warga RT/RW 018/005 Kelurahan Wuring, Kec. Alok Barat, Flores Nusa Tenggara Timur
Jika Roky Gerung mengalami masalah dalam hal romantisme percintaan, dia sesungguhnya laksana kucing yang terperangkap dan selalu mengeong alias dia sedang menderita. Suara kasar dan tak tahu adab “meongannya” adalah indikasi dan sublimasi dari penderitaan itu.
Ketika Roky Gerung menyamaratakan penggunaan kata terhadap lawan bicara/dengan siapa dia bicara (anak-anak, teman, orang tua, tokoh, pejabat, usia lebih tua, dll) termasuk dengan Presiden Jokowi, dia sesungguhnya sedang menunjukkan dirinya jauh dari etika, kebijaksanaan dan keadaban sebagai manusia. Atau Roky Gerung sedang mengalami kedunguan dalam beretika sebagai masyarakat ketimuran kita.
Berhadapan dengan karakteristik seperti ini (Roky Gerung) dan masih banyak yang lain, Presiden Jokowi memilih konsisten dan fokus kerja bagi ratusan juta jiwa masyarakat Indonesia. Permasalahan mereka jauh lebih penting daripada menanggapi nyinyir yang memekakan telinga dan jauh dari keadaban. Nada nyinyir dan diksi suara kritikannya pasti abaikan nilai-nilai kemanusiaan dan itu-itu saja. Ibarat suara meongan kucing, dari dulu tak akan pernah berubah. Roky Gerung justeru terjebak oleh kesombongan dirinya bahwa dia paling rasional dan benar.